Rabu, 22 Desember 2010

perjodohan menumbuhkan cinta yang lebih dalam

APAKAH cinta pada pandangan pertama betul-betul ada? Bisakah cinta tumbuh dalam pernikahan yang terjadi karena perjodohan? Faktor apa saja yang memengaruhi kecocokan pasangan?

Dalam urusan asmara, banyak orang disesaki pertanyaan yang masih membutuhkan jawaban, mulai dari soal perjodohan, pernikahan, sampai belahan jiwa. Satu pertanyaan yang kerap muncul, bisakah manusia belajar mencintai?

Perjodohan
Sebuah studi yang dilakukan di India pada 1980-an, menemukan bahwa cinta yang dirasakan dua orang yang saling jatuh cinta pada awal mula, mulai memudar setelah sekitar dua tahun kemudian. Sementara itu, cinta dalam pernikahan lewat perjodohan tumbuh perlahan-lahan. Tapi setelah 10 tahun perasaan itu menjadi dua kali lipat lebih kuat dibandingkan cinta yang dimiliki dua orang yang saling jatuh cinta sejak awal.

Cinta pada pandangan pertama
Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat pada 2004, menemukan bahwa cinta pada pandangan pertama pada akhirnya bukanlah sebuah mitos. Dengan memasangkan siswa-siswi dan mengikuti kemajuan mereka, para peneliti menemukan bahwa mereka yang menjadi dekat tahu bahwa mereka jatuh cinta dalam beberapa menit. Profesor Artemio Ramirez yang memimpin studi tersebut mengatakan, hubungan asmara dimulai dengan orang yang membuat penilaian sangat cepat.

Belajar mencintai
Di sisi lain, psikolog Dr. Robert Epstein percaya bahwa kita bisa belajar mencintai. ''Saya tidak percaya Anda bisa jatuh cinta dengan siapa saja, tapi ada banyak orang di sekitar kita, dengan siapa kita bisa sengaja menciptakan cinta abadi. Dua orang perlu kompatibel pada dasarnya dan setidaknya agak tertarik satu sama lain,'' jelasnya.

Pernikahan
Penulis Lori Gottlieb mengundang kemarahan lewat bukunya yang belum lama ini diterbitkan, 'Marry Him: The Case for Settling for Mr. Good Enough.'

Ia menyarankan, ''Pernikahan bukanlah festival hasrat.  ernikahan adalah sebuah kemitraan yang dibentuk untuk menjalankan sebuah bisnis nirlaba kecil, biasa, dan sering kali membosankan. Dan maksud saya dengan cara yang baik.''

Belahan jiwa
Elena Krasnova dari The Soulmate Guise, melihat berbagai hal dari kacamata berbeda. ''Jika pasangan hidupmu bukan belahan jiwamu, hal itu akan memengaruhimu dalam lebih banyak cara daripada yang bisa kau bayangkan.

Efeknya mungkin berkisar dari yang halus sampai yang dahsyat, tapi cepat atau lambat kau pasti akan menyadarinya. Jika kau tidak bersama orang yang tepat, suatu hari nanti kau mungkin akan menemukan diri sendiri merasa sangat hampa.''

Resep langgeng
Dr. Howard J. Markman, salah satu penulis buku 'Fighting For Your Marriage,' percaya bahwa budaya barat berarti orang memasuki sebuah hubungan dengan harapan yang tidak realistis. ''Ada ilmu pengetahuan tentang cara tetap mencinta. Di jantung cinta ada keintiman dan persahabatan, bukan hasrat dan drama. Terlalu banyak orang percaya mitos bahwa hasrat memberikan kita bahan bakar untuk melewati hidup bersama.''

Faktor kecocokan
Reva Seth, penulis 'First Comes Marriage,' percaya bahwa berbagi nilai-nilai dan latar belakang yang sama adalah kunci untuk sebuah cinta abadi, dibandingkan versi ideal Hollywood tentang cinta romantis yang spontan. Ia sendiri bertemu suaminya lewat perjodohan. Ia percaya, ''Jika kau membangun komponen sebuah perkawinan dengan kepedulian, cinta akan tumbuh.

(mediaindonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar