Minggu, 01 Januari 2012

Resensi - Buku Problematika Hukum Perceraian Kristen & Katolik



Judul                   :        Problematika Hukum Perceraian Kristen & Katolik
Penerbit             :        Wanderful Publishing Company
Halaman            :        147  halaman
Penulis                :        Dr. Endang Sumiarni, Dra., SH., M.Hum.

Buku Problematika Hukum Perceraian Kristen dan Katolik, tidak hanya menyuguhkan problematika hukum perceraian bagi agama kristen, namun kita sebagai pembaca juga disuguhkan dengan  perceraian dimata hukum secara general. Bab satu hingga bab 2 buku ini mengurai pernikahan secara umum berdasarkan UU pernikahan dan juga membahas mengenai perceraian secara umum berdasarkan aturan hukum yang diakui oleh Indonesia.
Setelah diperkenalkan oleh kedudukan / dasar dari Hukum perkawinan dan perceraian secara umum, kita diberikan pemahaman mengenai hukum perkawinan dan perceraian dalam agama katolik dan nasrani.
Endang Sumiarni, sang penulis menyertai berbagai perjanjian lama dan beberapa aturan hukum  dalam  agama kristen, sehingga jika kita kurang memahami atau merasa penjelasannya kurang lengkap. Kita dapat mengkajinya lebih lanjut .
Buku ini sangat baik dibaca oleh kalangan agama manapun, sebagai tambahna ilmu pengetahuan mengenai problematika perceraian. Karena Endang menuliskan pemecahan problematika hukum perceraian kristen dan katolik, tidak hanya berpacu pada agama saja, melainkan juga kepada UU , PP dan putusan pengadilan.
Selain itu,bagi anda yang berporfesi sebagai praktisi hukum apalagi yang masih pemula. Buku ini saya rasa sangat baik untuk di baca karena di bab terakhir Endang memberikan uraian mengenai apa saja pertimbangan hukum yang dapat diterima dan dikabulkan dalam gugatan perceraian, variasi dasar yuridis yang dipakai oleh hakim dan metode penemuan hukum yang dipakai oleh hakim dalam menerima dan mengabulkan gugatan perceraian serta pandangan para pendeta serta pastor mengenai problematika hukum perceraian bagi nasrani dan katolik.
Endang menuliskan buku ini dengan penjelasan yang sangat rinci, sampai-sampai menurut saya terlalu mendapam. Beberapa aspek seperti syarat sah menikah atau batalnya pernikahan bagi nasrani dan katolik dijelaskan oleh Endang terlalu mendalam hingga ke sejarah dan dasar putusan pastur, dll. Bagi seseorang yang praktis hal ini mungkin agak sedikit menjemukan. Namun secara general buku ini layak untuk dibaca sebagai buka baca anda di awal tahun ini



Variasi dasar yuridis yang dipakai oleh hakim dalam memutus kasus perceraiann





Pertimbangan hukum yang dipakai oleh hakim dalam putusan-putusan perkara perceraian pasangan suami istri yang beragama Kristen baik prorestan maupun katolik terdapat persamaan dan perbedaan dasar yuridis.

Dari seluruh putusan yang terdaat variasi dasar yuridis, yaitu memakai dasar yuridis UU nomor 1 tahun 1974 serta PP nomor 9 tahun 1975, baik yang terdapat dalam menimbang maupun dalam memperhatikan atau mengungat. Pasal-pasal yang dipakai sebagai dasar yuridis dalam pertimbangan hukum, adalah sebagai berikut:
  1. pasal 1 UU nomor 1 tahun 1974.
·        Pasal ini menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk kerua yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Apabila perkawinan telah goyah, maka tujuan perkawinan seperti yang terdapat dalam pasal 1 tersebut tidak tercapai, maka hal ini dipakai sebagai pertimbangan hukum oleh hakim untuk memutus perceraian. Contoh terdapat dalam putusan-putusan pengadilan sebelumnya
2.      Pasal 39 ayat 1 dan 2 UU nomor 1 tahun 1974
3.      Pasal 19f. PP nomor 9 tahun 1975
4.      Pasal 3PP nomor 10 tahun 1983, SE.BAKN No 18/SE/1983.SE BAKN No 48/SE/1990 dan PP no 45 tahun 1990
5.      Hukum agama kristen tidak dapat dipakai sebagai dasar Yurisdisi tetapi jika ada putusan yang menyinggung dapat digunakan. 

Problematika hukum perceraian kristen dan katolik

Perceraian menurut Agama Kristen


Perceraian adalah putusnya hubungan pernikahan antara sorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tlah hidup bersama sebagai suami istri. Istilah perceraian ada dua; Pertama, adalah perceraian dengan istilah a mensa et thoro (dari meja dan tempat tidur), lebih tepatnya lagi didefinisikan sebagai pemisahan. Dalam hal ini, pasangan suami istri tersbeut hidup terpisah dan berhenti untuk tinggal bersama sebagai suami istri, tetapi masih terikat dengan perkawinan dan tidak ada kebebasan untuk menikah lagu dengan orang lain ketika pasangannya maish hidup. Keadaan seperti ini diakui oleh hukum dan diijinkan oleh tradisi Kristen dalam pernikahan.

Pengertian perceraian yang kedua adalah dengan istilaah a Vinculo yang berarti putusnya hubungan dari ikatan perkawinan secara hukum/ resmi. Mereka sudah tidak terikat satu dengan lainnya dan keduanya bebas menikah lagi dengan orang lain. Perceraian dalam pengertian seperti ini yang banyak ditentang oleh gereja.

Sementara itu, menurut agama katolik perpisahan itu ada dua macam:
  1. perpisahan dengan tetap adanya ikatan perkawinan, suami istri mempunyai kewajiban dan hak untuk memeilhara hidup bersama perkawinan, kecuali jika ada alasan sah yang membebaskan mereka.
  2. Perpisahan dengan diputusnya ikatan perkawinannya. Ikatan perkawinan terputus mana kala salah satu pihak tlah meninggal dunia. Ajaran katolik menitik beratkan bahwa perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun juga dan atas alasan apapun selain oleh kematian.

Alasan-alasan perceraian
Sesuai dengan asa perkawinan Katolik yaitu monogamy dan tidak terceraikan, maka dalam agama katolik menolak dan tidak mengenal perceraian. Namun istilah perceraian ini dikenal dengan pemutusan ikatan nikah atau pemutusan ikatan perkawinan demi iman / privilege paulinum. Kanon 1143 menjelaskan sebagai berikut:
  1. perkawinan yang dilangsungkan oleh orang tdak dibaptis, diputuskan berdasarkan privilege demi iman pihak yang menerima baptis
  2. Pihak tidak dibaptis daianggap pergi, jika ia tidak mau hidup bersama dengan pihak yang terbaptis / tidak mau hidup bersama dengan damai tanpa menghina Pencipta
  3. Zina bukan sebagai alasan untuk perceraian, tetapi dapat dipakai sebagai alasan untuk perpisahan seperti yang diatur dalam kanon 1152.

Syarat sahnya prnggunaan privilege paulinum :
  • Perkawinan sah antar infidels
  • Salah satu dipermandikan, sedangkan pihak yang lain tidak dipermandikan
  • Pihak yang tidak dipermandikan tidak mau hidup rukun
  • Hal ini dapat dibuktikan dengan interpelasi

Prosedur Perceraian
  1. Prosedur permohonan dispensasi pemutusan perkawinan yang ratum non consummatum diajukan kepada pastor
  2. Lalu permohonan tsb, akan diteuskan kepada Uskup 
  3. Uskup akan menyerahkan kepada hakim instuktur yang ditunjuk untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan
  4. Sebelum memutuskan, hakim instruktur memeriksa apakah dia natara suami istri pernah melakukan hubungan badan/ belum, setelah mereka menikah. Serta ada tidaknya alasan-alasan pemutusan perkawinan
  5. Lalu, uskup akan meneruskan hasil pemeriksaan bersamaan dengan permohonan tadi kepada Sri Paus di Roma untuk mendapatkan kemurahannya.
  6. Hanya Tahta Suci yang berwenang menyatakan bahwa pernikahan belum dilaksanakan dan mengakui adanya alasan-alasan yang benar untuk memberi dispensasi (Kanon 1689 pasal1)

Sementara itu, untuk pengajuan prosedur perceraian di pengadilan ahama kristen katolik sebagai berikut:
  1. Surat dakwaan terhadap perkawinan ditulis oleh teman perkawinan/ promotor iustitiae (Kanon 1674)
  2. Surat dakwaan harus dikirim kepada pengadilan tempat dimana perkkawinan terjadi/ dimana si terdakwa tinggal/ tribunal dimana terdaat kehanyakan bukti (Kanon 1673)
  3. Hakim harus memeriksa, entah bisa menerima surat dakwaan atau menolaknya (Kanon 1676,1677)
  4. Kalau surat ditolak, pendakwa bisa naik banding
  5. Kalu pendakwa diterima baik. Hakim mengundang pendakwa dan si terdakwa supaya mereka menyusun pertanyaan untuk perkara ini, yaitu entah jelas bahwa perkawinan itu tidak sah karena : a. Halangan tertentu, b. Kesalahan bentuk, c. Kekurangtahuan, d. Kekurang kehendak, e. Ketakutan/paksaan, f. Kekeliruan.
  6. ketua tribunal harus memimpin perkara itu dan mempertahankan jalannya perkara
  7. Defensor Vinculi harus hadir kalau pendakwa, siterdakwa, saksi dan ahli didengar
  8. Actuarius, nator/ sekertaris harus menilis semua akta dengan tepat dan meminta ttd hakim atas tulisan tsb.
  9. hakim harus memutus menurut kepastian moralis
  10. hakim memutus berdasakan pertanyaan perkara
  11. kalau pengadilan memutuskan bahwa jelas satu perkawinan tidak sah, pengadilan menirim semua akta kepada pengadilan tingkat kedua.

Akibat perceraian
    • Akibat terjadap suami dan istri
 Jika perceraian kaarena suami berpoligami, maka istri berhak  mendapatkan tunjagan ssosial dari suami untuk kelangsungan hidupnya.

    • Akibat terhadap anak-anak
 Suami dan istri tetap memiliki tanggung jawab untuk membesarkan dan   menjamin kehidupan anak-anak mereka.

    • Akibat terhadap harta benda
 Hukum agama katolik tidak mengatur secara kusus mengenai harta benda jika terjadi perceraian maupun perpisahan antara suami istri, sedangkan agam kristen protestan akan mengikuti hukum negara yang berlaku atau mengikuti putusan pengadilan negeri .