Rabu, 09 September 2020

Alhamdulillah cukup

 Sepertinya salah satu hal paling menyenangkan adalah senantiasa diberikan perasaan "cukup"


Tidak merasa kekurangan, sehingga iri pada orang-orang di sekeliling

Tidak merasa punya lebih, sehingga timbul rasa sombong 


Cukup yang cukup....

Sehingga senantiasa menimbulkan kedamaian dan ketenangan di hati 


Cukup dalam mengelola emosi.

Sedih, senang, marah, kecewa secukupnya. Tidak ditekan maupun diluapkan dengan terlalu berlebihan. Karena tahu ini semua akan berputar. Dan emosi yang sehat itu ada jika dirasakan dan dikelola dengan cukup.


Cukup yang membawa rasa bersyukur senantiasa di hati. Mengetahui kita diberikan apa yang dibutuhkan secukupnya. 


Sehingga kita bisa berikan cinta yang cukup pada orang-orang yang kita cintai, anak dan pasangan kita. Cinta yang cukup. Tidak kurang dan tidak berlebih


Rabbit hole, 9 September 2020



Senin, 07 September 2020

Menang dan kalah

 

Menikah itu belajar untuk 'choose your battles'

Belajar untuk tahu bahwa kita tidak perlu KEMENANGAN dalam pernikahan ini.
Karena....
Meskipun kita memenangkan semua argumen, apa pentingnya jika membuat orang yang kita cintai terluka?
Karena pada akhirnya pernikahan bukanlah perkara menang atau kalah,
Namun...perkara berjalan bersama-sama, dalam  setiap gembira maupun pahitnya kehidupan.

Belajar untuk tahu bahwa tidak semua hal perlu diributkan
Bahwa ada hal-hal yang perlu kita renungkan dan akhirnya kita sadari bahwa asumsi itu tidak penting diutarakan
Bahwa ada hal-hal yang perlu diolah penyampaiannya agar tidak ada yang tersakiti
Bahwa ada hal-hal yang perlu kita terima apa adanya....
Sebagai bagian dari pasangan kita

Rabbit hole, 7 September 2020

Kamis, 03 September 2020

Pondasi

 


Sebelumnya aku berfikir sungguh menyenangkan memiliki pasangan yang penuh cinta. Selalu disirami dengan cinta yang menggebu, menjadi ratu yang di puja-puja seperti di film-film drama Korea. Namun, setelah dijalani ini seperti candu, tak ada ujungnya...


Benar jika rabbit hole bilang, Cinta yang menggebu-gebu saja tidak cukup untuk menjadi pondasi pernikahan. 


Diperlukan diri yang tau cara mencintai diri sendiri, diri yang tahu kebutuhan bukan sekedar kemauan  (tahu bahasa cinta, karakter, yang dapat mengimbangi pola komunikasi yang dibutuhkan). 


Dengan kata lain....

Diri yang sudah kenyang dan cukup. 

Sehingga....


Tidak perlu intens menagih orang lain untuk selalu menyirami diri yang kering kerontang.... Ini juga membuat kita bisa mandiri mengisi tangki cinta kita. Sehingga kita senantiasa merasa "penuh". 


Sehingga kita mampu untuk memberi cinta yang seutuhnya dan sepenuhnya untuk orang yang kita cintai....sehingga kita masuk dalam lingkaran cinta, yang saling mencintai dan dicintai dengan tepat. 


Setidaknya...itu adalah kado pertama untuk anak kita. Menjadi individu yang kenyang dan tidak lapar. Sehingga, bersama bisa mewujudkan pernikahan yang bahagia dan pengasuhan yang kuat...



Selasa, 25 Agustus 2020

Masih perlu banyak belajar....

 Dalam pernikahan, penting sekali kemauan saling belajar dari satu sama lain. Sehingga tidak melulu merasa paling benar yang justru dapat membuat kita menjauh dari benar itu sendiri. 



Sehingga lebih mampu untuk mendengar, bukan hanya ingin di dengar. 

Sehingga tidak melulu ingin menasehati pasangan,namun saling terbuka memberi dan diberi masukan satu sama lain. 

Sehingga terbuka ruang untuk terus tumbuh satu sama lain. 



Karena kalau salah satu atau malah keduanya sudah merasa benar dan yang lain salah, maka tertutup pintu komunikasi. Semua rasanya tidak tepat dan berbenturan, rasanya komunikasi tidak pernah nyambung, rasanya tidak lagi nyaman untuk mengutarakan pendapat. 



Padahal....

Semua bermula dari hal sederhana merasa benar. Memang sulit melepaskan ego, untuk merasa benar. Memang sulit untuk mengakui bahwa kita terkadang salahm bahwa kita masih perlu banyak belajar. Namun jika itu mampu membuat pernikahan berkualitas dan kita pun tumbuh satu sama lain, mengapa tidak?


Terimakasih rabbit hole

Cinta yang dewasa

 Ternyata cinta yang dewasa itu cinta yang mampu menerima perdebatan pendapat antara satu sama lain...


Cinta yang mampu menerima apa adanya termasuk menerima bahwa dua individu yang berbeda itu pasti tidak akan selalu sama dalam segala hal


Sehingga tidak ada pihak yang takut untuk mengutarakan pendapatnya. Sehingga tidak ada pihak yang perlu menyembunyikan jati diri, opini dan identitasnya hanya untuk menghindari konflik...


Karena kedua belah pihak sudah sama sama dewasa, sehingga menyadari betul bahwa perbedaan pendapat tidak perlu jadi pemicu konflik yang tidak perlu 


Justru menjadi sebuah kesepakatan untuk sama sana bertumbuh karena dapat saling berdiskusi dan tahu ada sudut pandang yang berbeda..


Terimakasih rabbit hole mengajari kami satu langkah lebih belajar mencintai dengan dewasa...

Sejatinya cinta itu memberi

 Sejatinya cinta itu memberi....


Namun jika diri kosong, bagaimana kita mampu untuk memberi? 


Rabbit hole kembali mengingatkan diri, akan pentingnya untuk belajar mencintai diri terlebih dahulu. Menerima tidak hanya hal hal baik dari dalam diri, namun juga kekurangan dan kesalahan kita. Memaafkan diri kita atas berbagai hal yang terjadi di masa lalu. Sehingga kita mampu memetik pelajaran dan melangkah maju...


Hal hal itu membuat kita mengerti diri kita seutuhnya. Membuat kita mandiri mengisi tangki cinta kita, sehingga kita senantiasa penuh,sehingga kita mampu memberi cinta seutuhnya dan sepenuhnya untuk orang uang kita cintai 


Dan saat kita memberi dengan tulus ikhlas, nantinya kita akan mendapat kembali cinta dengan cara yang tak terduga, namun sebenarnya kita butuhkan. Sehingga kita masuk ke dalam lingkaran cinta, yang saling mencintai dan dicintai dengan benar...

Menikah adalah belajar tiada akhir

 Menikah adalah tentang belajar berproses


Proses untuk bisa memahami sekarang punya tanggungjawab lebih.Bukan hanya sebagai individu, namun juga sebagai pasangan dan orang tua.


Proses bagaimana bertingkah pada keluarga kita yang baru...Berproses bagaimana dapat berkomunikasi, menyampaikan apa yang ada di dalam hati, namun dengan cara yang dapat diterima oleh pasangan kita, agar saling memahami bukan saling tersakiti...


Proses yang jalannya tidak selamanya menyenangkan, tidak selamanya mulus. Kadang kita jatuh, menangis, terluka, terdiam sejenak lalu bangkit kembali, coba lagi 


Terimakasih Rabbit hole, akhirnya kita tahu  proses ini, kita jadi mampu menerima dengan penuh kepasrahan, suka dan dukanya akan menjadikan kita individu yang lebih tangguh, dewasa dan bijaksana....



Selasa, 21 Juli 2020

Pernikahan oh pernikahan


Menikah bukan jalan tol tanpa hambatan, sungguh aku sadar. Beda pendapat, perjuangan finansial, sampai komitmen yang entah harus dipertahankan atau dilepaskan. Pernikahan tidak disediakan untuk jadi tongkat ajaib untuk menyelesaikan masalah dalam waktu sesingkat-singkatnya.


Menikah secara hitung-hitungan adalah hubungan yang rumit dan penuh aturan.


Walau dibilang sudah hidup di masa emansipasi, wanita belum sepenuhnya punya kendali terhadap dirinya sendiri. Selalu ada pilihan-pilihan hidup yang membuat wanita mengorbankan mimpi. Terutama setelah menyandang nama belakang pria yang dipilih menjadi suaminya.

Seorang teman yang sudah menikah pernah berceletuk, “Dapat suami baik itu rejeki. Dapat pasangan yang mau mendukung impian-impianmu tandanya kamu disayang sekali sama Tuhan.”
Menikah adalah tentang membuat diri sendiri dihadapkan pada keterbatasan-keterbatasan yang menuntut kreativitas. Menikah, makin kesini, adalah tentang menjinakkan dan menantang diri sendiri. Hidup selepas menikah tidak akan selamnya nyaman, bisa ada riak-riak yang menguji kesabaran.

Menganggap pasanganmu sempurna adalah awal dari bencana. Ketika kita mempercayai konsep soulmate, kita akan rentan menganggap pasangan yang sedang bersama kita sebagai orang paling sempurna bagi kita. Dalam hubungan yang dianggap sudah “tertakdirkan”, akan tercipta pemahaman bahwa hubungan tersebut harus bebas dari konflik. Padahal, konflik adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah hubungan.
Dampaknya, setelah masa “bulan madu” lewat dan konflik mulai bermunculan, pasangan yang merasa sudah menemukan belahan jiwanya tersebut akan terkejut saat melihat ketidaksempurnaan pasangan.

Kita perlu mengingatkan diri sendiri bahwa manusia hadir dengan kebaikan dan keburukan. Lengkap, sepaket. Coba perhatikan bukankah jodoh adalah cerminan diri?

Lihat ayah-ibu kita atau pasangan suami istri di sekelilingmu. Jika kamu mengamati dengan seksama, biasanya mereka adalah 2 pribadi yang mirip dalam pandangan hidup tapi punya sifat yang saling melengkapi. Begitu pula yang terjadi padamu.


Jodohmu adalah cerminan dirimu sendiri.