Minggu, 19 April 2015

pertemanan = pernikahan


            Setelah mengobrol nyaris dua jam lamanya, dan setelah menghadiri acara pembukaan sebuah rumah makan yang dihadiri setelah acara reuni itu, saya pulang ke rumah dengan hati yang bergembira. Saya merasa terhibur. Maka, di saat itulah saya mengerti arti dari sebuah pertemanan.

            Bukan hanya karena saya merasa terhibur karena saya tak sendiri, tapi belajar untuk menerima setiap orang dengan apa adanya. Itu salah satu rahasia yang membuat tali pertemanan itu tak pernah luntur dan kemudian putus di tengah jalan. Kami memang tak sering bertemu, tapi malam itu kami sepakat untuk selalu hadir dan menyediakan waktu untuk bertemu satu bulan sekali.

            Mengapa pertemuan macam ini diperlukan? Bukan sekadar mau menggosip, bukan hanya ingin mencari peluang bisnis, atau hanya sekadar mau melepas rindu, tetapi belajar melatih menjadi manusia yang lebih toleran. Menyediakan waktu, misalnya. Saya sampai bertanya sudah berapa lama saya tak bisa menyediakan waktu untuk orang lain, untuk orang yang tidak memberi saya apa-apa? Karena selama ini, saya selalu menyediakan waktu bagi mereka yang bisa membuat pemasukan saya makin besar.

            Kapan terakhir saya memberi telinga yang diberikan Sang Pencipta untuk mendengar cerita riang gembira atau yang membuat dahi berkerut dan jantung berdetak kencang sehingga seseorang bisa merasa kalau perasaan hatinya bisa tersalurkan? Kapan terakhir lubang telinga saya bisa berfungsi dengan baik sehingga seseorang mampu melepaskan tekanan batinnya meski sejenak saja?

            Malam itu saya belajar, saya tak bisa menjadi begitu egoisnya untuk tidak bisa hadir atau tidak menyediakan waktu yang hanya satu bulan sekali itu. Kalau saya menjadi begitu bahagia, itu karena mereka memutuskan menyediakan waktu di tengah Jakarta yang begitu macetnya, di tengah sejuta tetek bengek yang mereka hadapi. Maka, giliran saya untuk berpikir memasukkan jadwal pertemuan bulan depan ke dalam agenda. Tak ada alasan apa pun, kecuali saya game over.

            Pertemanan itu adalah sebuah pusat pelatihan untuk mengerti sesama manusia, sebagai pusat kesabaran untuk melatih mendengar, dan pusat kebugaran jiwa karena selain bisa tertawa terbahak dengan kekasih hati, saya bisa tertawa tergelak dengan teman yang jauh lebih dahulu mengenal saya sebelum mengenal kekasih hati.

            Maka, hidup itu akan selalu menjadi begitu menyenangkan kalau saya memiliki teman, terutama teman yang seperti sebuah perjanjian pernikahan. Setia sampai mati. Bersama berduka, bersama bersuka.

Parodi kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar