Selasa, 28 April 2015

ironi nenek asyani


Drama kasus nenek asyani yang mengharu biru, memasuki episode baru. Tepatnya pada hari kamis 23 april 2015 majelis hakim memvonis nenek asyani terbukti bersalah mencuri 7 batang kayu milik perhutani. Hal ini sangat kontras dengan akal sehat, bagaiman mungkin seorang nenek berusia 70 tahun bisa mencuri dan mebawa 7 batang kayu yang di jaga ketat oleh polisi hutan.

Yang lebih ironis lagi nenek dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah. Vonis ini sontak membuat nenek asyani histeris. Ia bingung bagaimana bisa mendapatkan 500 juta mengingat profesinya yang hanya tukang pijit. Tubuh nenek yg mulai sakit sakitan sehingga tidak memungkinkan menjalani hukuman penjara selama 1 tahun.

Kasus  “Nenek Asyani” hanyalah butir kecil di pucuk “gunung es” sengketa agraria di Indonesia.  Berdasarkan Data perhutani 1 juta hektar hutan di jambi habis dijarah. Bahkan akibat ulah para oknum ini, penduduk asli jambi (orang rimba) kelaparan hingga harus mengemis di kota. Namun sayangnya kasus besar yg berdampak signifikan pada banyak orang ini justru tidak ditindak tegas

 Potret penegakkan hukum di Indonesia sungguh memprihatinkan. Padahal uud 45 menegaskan setiap orang berkedudukan sama dimata hukum. Namun, penegakan hukum yang ada baru sebatas seolah-olah. Maksudnya, seolah-olah ada penegakan hukum, padahal tidak. Seolah-olah ada demokrasi, padahal tidak. Seolah-olah ada keadilan sosial, padahal tidak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar