Jumat, 25 Juli 2014

Makna Idul Fitri atau Lebaran



Idul Fitri selalu hadir sebagai penutup ibadah puasa Ramadhan setiap tahun. Sudah barang tentu kita semua bersama seluruh kaum muslimin senantiasa menyambut dan merayakannya dengan rasa penuh kegembiraan, keceriaan, kebahagiaan dan kesuka citaan. Namun yang menjadi pertanyaannya sekarang sudah benarkah sikap dan cara kita selama ini dalam memaknai, menyambut dan merayakan Idul Fitri?

Mari kita lihat sejenak beragam makna dan penyikapan yang ada di masayarakat terhadap hari raya idul fitri. Diantara masyarakat ada yang merayakan lebaran dengan  pakaian baru, sepatu baru, perhiasan baru dan penampilan baru. Belanja pakaian dan makanan untuk hari raya tampaknya seperti suatu keharusan yang tak bisa di tawar tawar lagi. Lantas apakah lebaran  cukup dimaknai dengan sesuatu yang bju baru ? Masih perlukah mengenakan pakaian baru saat lebaran di tengah kondisi ekonomi yang tak stabil seperti sekarang?
Lebaran sesungguhnya bukan hanya memakai baju baru saja. Lebaran juga bukan sekadar sholat ‘Id di Masjid, makan ketupat, berkumpul bersama keluarga dan saling bersalam-salaman.  Tapi lebih dari itu semua.


IDUL FITRI memiliki beberapa makna yang dalam.

Pertama, pada hari itu umat Islam telah berhasil menyelesaikan ibadah puasa. Berarti sudah memenangkan perang melawan hawa nafsu. Karena itu mereka bergembira dan merayakannya. Mereka telah meningkatkan akhlak dan kepribadiannya dengan ibadah puasa tersebut.

Kedua, mempererat ikatan persaudaraan. Pada saat-saat ini ikatan persaudaraan terasa begitu kokoh. Terasa ada sesuatu yang mempersatukan jiwa kita. Pada hari-hari lain, mungkin karena sibuk, kita jarang berkesempatan mengadakan reuni keluarga. Tapi di saat Lebaran ini, kita sengaja menyempatkan diri. Mulai dari- kakek-nenek, ayah-ibu, anak, menantu, cucu, sampai cicit berkumpul pada hari itu. Saling memaafkan bisa dilakukan kapan saja . Namun maaf-memafkan di hari raya itu mempunyai nilai tersendiri. Penuh haru dan hati yang lega.

Ketiga, rasa sosial, rasa kasih terhadap sesama. Tidaklah sempurna iman seorang Muslim, bila tidak mengasihi orang lain seperti mencintai dirinya. Itulah, maka Islam mewajibkan membayar zakat. Di samping kita masih berjuta yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Berdasarkan hal-hal di atas, terasa bahwa lebaran ini tidak akan menumbuhkan penghayatan yang sama intensitasnya pada diri setiap orang. Bagi mereka yang berpuasa sebulan penuh dengan dilandasi iman dan ikhlas sebagi upaya untuk memuliakan pribadi mereka masing-masing sebagai manusia, lebaran ini bisa diahayati dengan mendalam.

Makna paling dalam yang dibawa Ramadhan dan Idul Fitri tidak boleh luput dan hilang dalam kegembiraan Idul Fitri. Gembiranya Idul Fitri hendaknya dimaknai sebagai peningkatan kesucian diri dan kemauan untuk hidup lebih baik lagi. Pesan spiritual yang ditanamkan selama Ramadhan tidak boleh mati oleh hura-hura Idul Fitri ataupun mudik. Silaturahmi Idul Fitri nan ikhlas, tanpa motif keuntungan sesaat, popularitas dan sejenisnya, pastilah akan meneguhkan jati diri bangsa. Selamat Idul Fitri, kembali ke jati diri, dan terus dalam kefitrahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar