Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang di dunia terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan
tersebut menimbulkan berbagai dampak terhadap aspek kehidupan manusia
salah satu aspek penggunaan energi.
Tanpa
adanya energi maka kehidupan manusia tak dapat berjalan. Banyak
sekali contoh yang dapat kita lihat, misalnya ketika manusia brangkat
kerja dengan menggunakan kendaraan, kendaraaan tsb bergerak karena
mengunakan sumber energi minyak bumi, saat mengeringkan pakaian,
manusia membutuhkan energi matahari dan semua peralatan yang
digunakan oleh manusia membutuhkan energi listrik, sebut saja rice
cooker, lemari es, mesin susi, TV hingga komputer.
Besarnya kebutuhan rakyat energi ternyata tidak diikuti oleh upaya
pemerintah dalamm menciptakan energi terbarukan. Buktinya, pada 10
September 2008, Indonesia yang dulunya merupakan salah satu negara
penghasil minyak terbesar didunia, harus mundur dari OPEC karena laju
produksi minyak mentah yang terus turun, dari 1,6 juta barel per hari
(bph) pada 1996 menjadi hanya sekitar 970 ribu bph tahun 2008.
Di
sisi lain, Sejak 2004, produksi BBM domestik Indonesia sudah jauh di
bawah total konsumsi. Pemerintah pun mengimpor BBM untuk memenuhi
kebutuhan nasional yang terus melejit sejak 2004 hingga tahun ini.
Disparitas
yang terlalu tinggi ini sangat berbahaya dan terus mengancam
ketahanan energi Indonesia. Apalagi, faktanya pernerintah. Belum
maksimal membangun energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan
nasional. Dan yang lebih membahayakan kebutuhan energi sebagian besar
bahan bakar minyak.
Tanpa
penemuan ladang minnyak dan kegiatan ekspolasi plorasi baru, cadangan
minyak hanya cukup untuk 18 tahun, 60 tahun untuk gas dan 150 tahun
untuk batu bara.
Kebijakan
energi Indonesia sangat tertinggal jauh dibanding dengan
negara-negara lainnya. Nagara lain sudah mulai diversifikasi, tak
fokus pada minyak. Brasil misalnya, kini sudah mampu mengekspor
surplus produksi bahan bakar etanol. Seperlima energi listrik Denmark
berasal dari tenaga angin. India, di samping penghasil gasohol, juga
memanfaatkan tenaga angin, biogas, dan biomasa.
Untuk
mencapai ketahanan energi yang kuat dan berkesinambungana, tak
mungkin hanya mengandalkan sumber energy fosil. Karena itu, semua
kebijakan dan pengelolaan energi di semua tingkatan, termasuk
pengguna, harus mengacu pada efisiensi, diversifikasi, konservasi,
dan lingkungan.
Memiliki ketahanan energi memang mahal dan sulit, tetapi tidak ada
pilihan lain selain memulainya. Selain menyediakan energi terbarukan, Pusat Studi Energi Universitas
Gadjah Mada (UGM) menyarankan delapan kebijakan yang dapat dilakukan
untuk mewujudkan ketahanan energi . Rekomendasi tersebut meliputi
peningkatan meningkatkan efisiensi dan kualitas pemakaian energi
fosil melalui pemakaian teknologi baru, penggantian seluruh atau
sebagian teknologi yang sedang operasional, perubahan pendekatan
desain, dan perubahan pada sisi manajerial.
Kemudian
eksplorasi dan eksploitasi cadangan baru energi fosil dan energi
konvensional di berbagai lokasi termasuk "deepwater",
percepatan peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, dan pemanfaatan
energi nuklir untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional secara masif
dan berkelanjutan.
Indonesia sesungguhnya memiliki sumber energi yang besar jika dapat
dikelola dengan benar. Manfaatnya langsung ke sektor penerimaan
negara. Dengan begitu, Indonesia bisa mewujudkan ketahanan energi.
Dengan tengant waktu 4 tahun, pemerintah kedepan masih memiliki
kesempatan membuat langkah signifikan untuk mewujudkan ketahanan
energi nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar