Senin, 07 Juli 2014

Ketahanan Energi Indonesia



Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia terus mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tersebut menimbulkan berbagai dampak terhadap aspek kehidupan manusia salah satu aspek penggunaan energi.

Tanpa adanya energi maka kehidupan manusia tak dapat berjalan. Banyak sekali contoh yang dapat kita lihat, misalnya ketika manusia brangkat kerja dengan menggunakan kendaraan, kendaraaan tsb bergerak karena mengunakan sumber energi minyak bumi, saat mengeringkan pakaian, manusia membutuhkan energi matahari dan semua peralatan yang digunakan oleh manusia membutuhkan energi listrik, sebut saja rice cooker, lemari es, mesin susi, TV hingga komputer. 

Besarnya kebutuhan rakyat energi ternyata tidak diikuti oleh upaya pemerintah dalamm menciptakan energi terbarukan. Buktinya, pada 10 September 2008, Indonesia yang dulunya merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar didunia, harus mundur dari OPEC karena laju produksi minyak mentah yang terus turun, dari 1,6 juta barel per hari (bph) pada 1996 menjadi hanya sekitar 970 ribu bph tahun 2008.

Di sisi lain, Sejak 2004, produksi BBM domestik Indonesia sudah jauh di bawah total konsumsi. Pemerintah pun mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan nasional yang terus melejit sejak 2004 hingga tahun ini.

Disparitas yang terlalu tinggi ini sangat berbahaya dan terus mengancam ketahanan energi Indonesia. Apalagi, faktanya pernerintah. Belum maksimal membangun energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan nasional. Dan yang lebih membahayakan kebutuhan energi sebagian besar bahan bakar minyak.

Tanpa penemuan ladang minnyak dan kegiatan ekspolasi plorasi baru, cadangan minyak hanya cukup untuk 18 tahun, 60 tahun untuk gas dan 150 tahun untuk batu bara.

Kebijakan energi Indonesia sangat tertinggal jauh dibanding dengan negara-negara lainnya. Nagara lain sudah mulai diversifikasi, tak fokus pada minyak. Brasil misalnya, kini sudah mampu mengekspor surplus produksi bahan bakar etanol. Seperlima energi listrik Denmark berasal dari tenaga angin. India, di samping penghasil gasohol, juga memanfaatkan tenaga angin, biogas, dan biomasa.

Untuk mencapai ketahanan energi yang kuat dan berkesinambungana, tak mungkin hanya mengandalkan sumber energy fosil. Karena itu, semua kebijakan dan pengelolaan energi di semua tingkatan, termasuk pengguna, harus mengacu pada efisiensi, diversifikasi, konservasi, dan lingkungan. 

Memiliki ketahanan energi memang mahal dan sulit, tetapi tidak ada pilihan lain selain memulainya.  Selain menyediakan energi terbarukan, Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyarankan delapan kebijakan yang dapat dilakukan untuk mewujudkan ketahanan energi . Rekomendasi tersebut meliputi peningkatan meningkatkan efisiensi dan kualitas pemakaian energi fosil melalui pemakaian teknologi baru, penggantian seluruh atau sebagian teknologi yang sedang operasional, perubahan pendekatan desain, dan perubahan pada sisi manajerial.
Kemudian eksplorasi dan eksploitasi cadangan baru energi fosil dan energi konvensional di berbagai lokasi termasuk "deepwater", percepatan peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, dan pemanfaatan energi nuklir untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional secara masif dan berkelanjutan. 

Indonesia sesungguhnya memiliki sumber energi yang besar jika dapat dikelola dengan benar. Manfaatnya langsung ke sektor penerimaan negara. Dengan begitu, Indonesia bisa mewujudkan ketahanan energi. Dengan tengant waktu 4 tahun, pemerintah kedepan masih memiliki kesempatan membuat langkah signifikan untuk mewujudkan ketahanan energi nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar