Kamis, 31 Juli 2014

Benarkah Malu Betanya Sesat di Jalan ?


Nurani saya kemudian mengingatkan pada sebuah peribahasa berbunyi: malu bertanya sesat di jalan. Benarkah karena saya malu kemudian saya tersesat? Saya pikir lagi dengan IQ jongkok. Kalau saya malu menanyakan nama seseorang, saya bisa minta tolong lewat teman. Masalahnya, akan lebih lama menerima hasilnya ketimbang kalau saya tanya langsung kepada yang bersangkutan.
Jadi, malu hanya memperlambat sampainya informasi. Yang membuat saya tersesat adalah menanyakan pada sumber atau alamat yang salah. Kalau saya menanyakan IHSG kepada orang gila, saya akan tersesat. Saya tanya sesuatu kepada manusia yang pengetahuannya seimprit-imprit, saya bakal tersesat. Sudah seimprit, dimanipulasi pula. Maka saya makin tersesat.
Tersesat itu karena yang ditanya bisa jadi mulai berpikir, jawaban apakah yang bisa menguntungkan saya tanpa memedulikan kerugian yang bakal diterima oleh penunggu jawaban. Jadi, malu bertanya tak akan sesat di jalan, tetapi menanyakan kepada manusia yang pengetahuan dan kondisi jiwanya tidak sehat yang akan menyesatkan.
Setelah malam itu, saya membaca tulisan begini di social media . Orang tua marah itu hanya atas dasar demi kebaikan kita. Saya kesetrum dan berpikir secara sederhana karena kemampuan otaknya yaa… juga sederhana. Marah itu tidak baik. Titik. Mau itu dilakukan oleh orang tua kek, setengah tua kek, setengah muda kek, marah adalah perilaku yang tidak baik. Mengapa kalau orang tua marah selalu dikonotasikan baik?

*Tulisan Samuel Mulia, yang layak di baca untuk mereka yang suka salah memahami maksud dari suatu pribahasa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar