Minggu, 30 Oktober 2016

Terimakasih Ibu

Ibu.. tanganku hampir kebas menulis apapun tentangmu. Semua yang ada di dalam dirimu berkilau dengan sendirinya. Menari-nari bersama buih di lautan, menghempas lembut bebatuan karang. Tak perlu pena dan kertas lagi bercerita, narasi itu sudah memaksa keluar dan menceritakan segalanya. Tak perlu mawar dan beribu tanaman bunga di pekarangan, kau jauh lebih indah dari itu semua.

Sering sekali sekelebatan pertanyaan muncul dalam dada. Bagaimana ibu bisa?

 Rasanya tak ada satupun superhero di dunia ini yang bisa mengimplementasikan jiwa seorang ibu yang sebenarnya. Simbol kokohnya cinta sejati. Lambang batu karang terkuat dari hempasan ombak badai.

Bu, sujud permohonan maaf ku persembahkan untukmu. Dan ucapan terima kasih yang sebesar gunung pun aku rasa tak cukup untuk membalas pertaruhan nyawamu dalam melahirkan ku ke alam semesta. Tak cukup sama sekali. Pun belum tercukupi jika ditambah pengorbananmu membesarkan ku..

Untuk ibu, 21 juli 2006

Ibu

Salah satu hal yang sangat menyedihkan adalah ketika kegagalan demi kegagalan memalukan yang dilakukan oleh anakmu ini lalu kau hanya berkata, “Nggak apa-apa.” Dengan senyumanmu yang teduh dan menenangkan, kau mencoba selalu terlihat baik-baik saja di depan anak-anakmu ini. Di balik kata-katamu yang seolah kuat, kami, anak-anakmu sebenarnya tahu satu hal: Kau sudah seringkali kami kecewakan. Padahal, sudah banyak rupiah, waktu, dan peluh yang kau gadaikan demi anak-anakmu ini, ibu.

Tapi apa yang bisa kami berikan?

Kau selalu berusaha menampilkan wajah ceria dan baik-baik saja setiap kali kegagalan demi kegagalan kami muncul. Padahal kami tahu, kau benar-benar terluka. Kau tetap berusaha berdiri kuat dan tabah di mata keluargamu dan orang-orang di luar sana yang sama sekali tak tahu apa-apa perihal kita. Tapi apa yang kami berikan padamu, ibu? Kami hanya seringkali mengeluhkan kata ‘nanti’ setiap kali kau mintai tolong.

Kami hanya repot memikirkan kesenangan kami semata. Kami bahkan seolah tak punya waktu barang semenit saja untuk menggaruk punggungmu yang gatal sehingga seringkali kami lihat kau berusaha menggaruknya sendiri.

Maafkan kami pernah begitu membumbungkan harapanmu setinggi langit lalu kini kami hanya tumbuh tak lebih tinggi daripada tunas kacang di depan rumah. Maafkan kami, ibu.

Manusia






Manusia itu cuma memiliki dua hal, kelemahan dan kekuatan. Kepandaian di satu sisi, kebodohan di sisi yang lain. Oleh karena itu, selama segala sesuatu itu dihasilkan manusia, yaa..hasilnya mengandung dua hal abadi itu yang menempel dan tak bisa dilepaskan.

Rehat

Selama hidup saya dicekoki nasihat supaya jangan sekali-kali menyerah pada keadaan. Tapi, kali ini saya membiarkan untuk berhenti mengaminkan nasihat yang kelihatannya mulia itu, tapi menjerat saya semakin frustrasi dan melelahkan. Berjuang terus itu menghabiskan energi, ada masanya seseorang membutuhkan waktu rehat. Itu mengapa tidur diperlukan dan sebuah bukti betapa tidak berdayanya saya melawan kantuk.

Saya dibiarkan menyerah kalah agar setelah itu saya menjadi manusia seutuhnya. Jadi, kalau ditanya bagaimana rasanya asam, manis, dan pahit, kalah dan menang, paling tidak saya tahu. Maka, benarlah kalau hidup itu penuh dengan sejuta rasa, dan berjuta rasa.

Keadaan yang saya hadapi tak berubah, masih harus dihadapi dengan banyak jalan berliku. Tetapi, hal paling menyenangkan dari menyerah kalah adalah melihat peristiwa yang sama dengan lensa mata yang berbeda.

Kalau sudah rela, saya cuma tinggal menjalaninya seperti mengikuti aliran air, tanpa berniat melawan arus dengan sejuta rekayasa, atau balas dendam. Kalah itu menang. Di situasi tak berdaya itu, Tuhan memberikan lensa yang terang untuk melihat kekalahan dari sisi yang lain. Maka, demo kepada Sang Khalik itu semestinya memang tak perlu ada.

Kalah yang menenangkan dan memenangkan itu adalah membiarkan nasi menjadi bubur, dan melihat bubur, kemudian timbul ide untuk menambahkan ke dalamnya potongan ayam, kecap manis, daun bawang, telor setengah matang, dan kuah kaldu. Maka, pada situasi itulah saya bersyukur bahwa dalam hidup ini nasi bisa jadi bubur. Uenak!


Keluarga






Kita tak bisa memilih dilahirkan dari orang tua seperti apa dan tumbuh dari keluarga yang bagaimana. Tapi kita bisa menjadi ornag tua yang baik dan menciptakan keluarga yang menyenangkan untuk anak anak kedepan.